Sunday, 22 February 2015

'Nasi sudah jadi bubur, Jokowi bikin politik dan hukum campur aduk'

Pasca putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan, KPK mengambil langkah hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Langkah ini diambil dengan tujuan MA dapat memberikan kepastian hukum atas kasus tersebut.

Koalisi pemantau peradilan menyampaikan tanggapannya mengenai penyalahtafsiran Hakim Sarpin atas pasal 77.

"Bahwa praperadilan terikat pada pasal 77. Di mana dalam pasal 77 itu tidak sama sekali disebut putusan sebagai tersangka dan juga perihal penyelidikan. Maka dari itu pasal 77 harus dibaca betul, apakah penangkapan BG termasuk dalam kewenangan pasal 77," papar saksi ahli KPK dalam sidang praperadilan Budi Gunawan, Prof. Arief Sidharta, Minggu (22/2).

Menurut Arief Sidharta, Hakim Sarpin sudah menyalahi aturan. Sarpin seharusnya berpegang pada aturan hukum, yakni gramatikal, historis, dan sistematis. "Dan hakim seharusnya mempelajari betul pasal 77 yang nyatanya tidak bisa dilihat dari sudut gramatikal saja," kata Arief.

Penyalahtafsiran itu kemudian menjadi perhitungan KPK untuk mengajukan kasasi pada MA. Kasasi ini dilakukan sebagai final dan banding agar masalah ini mendapat putusan dari MA. Hal tersebut ditekankan oleh Peneliti Hukum LeIP, Arsil.

"Kenapa kasasi? Karena MA harus bisa memutuskan. Supaya perkara ini tidak ingkrah, karena seharusnya ada implikasi hukum. Kalau kita lihat perkara praperadilan kemarin yang harus diputuskan MA itu bisa dan harus bisa jadi acuan ke depannya. Dan ada masalah yang juga sangat penting, yaitu soal bagaimana hakim kemarin menafsirkan penegak hukum," ujar Arsil.

Baginya fungsi kasasi tersebut adalah untuk menjawab segala pertanyaan permasalahan, membuka terjadinya perkembangan hukum, dan mengurangi beban perkara, agar tidak menimbulkan ketidakseragaman dalam hukum.

"Selain itu kita tekankan juga jangan sampai PN Jaksel tidak mengirimkan berkas permohonan kasasi ke MA. Nah, jadi akan sangat janggal kalau tiba-tiba dalam perkara ini PN Jaksel tidak mau mengirimkan berkasnya," tutup Arsil.

Dukungan serupa kemudian datang dari Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH, M Isnoor, "Jangan sampai publik tambah minim kepercayaan kepada MA. MA harus bisa membuktikan sebagai lembaga independen, hukum tetap harus punya kekuatan di atas politik," paparnya.

Ketua YLBHI, Bahrain, kemudian menuturkan kalau persoalan ini tidak lepas dari peran Presiden. 

"Persoalan ini tidak bisa lepas dari peran Presiden, yang membiarkan dan membuat suasana gaduh, karena sudah banyak hal yang melenceng. Nasi sudah jadi bubur, buburnya pun mau dicampakkan, karena kegaduhan politik dan hukum kini semua jadi satu. Presiden yang sekarang tidak pro untuk pemberantasan korupsi. Presiden di awang-awang. Jadi harapan kita untuk pemberantasan korupsi sekarang saya jadi pesimis," kata Bahrain.

0 komentar:

Post a Comment